Pendeta cabul saat jalani persidangan |
"Menurut (Pengakuan) korban, terdakwa melakukan pelecehan kepada korban dalam satu minggu bisa sampai 4-5 kali. Dan itu dilakukan mulai tahun sejak 2005 sampai 2011," ungkap Aden, selaku juru bicara dari keluarga korban ketika ditemui wartawan, Senin (18/5/2020)
Pasca kejadian (pelecehan) tersebut, korban mengalami trauma berat dan berulang kali korban mencoba ingin bunuh diri.
"Dampak dari tindakan ini, membuat anak kami berulangkali mencoba bunuh diri. Jadi bisa dibayangkan trauma yang amat sangat dialami korban ini," pungkasnya.
Perlu diketahui, terdakwa Hanny Layantara saat menyetubuhi korban berinisial IW melontarkan pengancaman. Jika sampai korban menceritakan kejadian ini, terdakwa akan menghancurkan keluarganya.
Korban dipaksa oleh terdakwa dengan ancaman ‘kamu jangan bilang atau kasih tahu siapa-siapa, apalagi ortumu. Jika kamu kasih tau, maka saya hancurkan kamu dan kedua ortumu juga akan hancur, suamimu ke depan tidak perlu tahu', begitu ancamannya.
Sedangkan aksi bejat itu terjadi di ruang tamu dan kamar tidur tersangka di Lantai 4 Gereja Happy Family Center. Di tempat itu, pelaku memaksa memeluk korban, kemudian memaksa untuk telanjang, mencium badan korban, menyuruh korban memegang kemaluan pelaku.
Tak hanya itu, lebih bejat lagi korban dipaksa untuk mengulum kelamin pelaku hingga keluar sperma. Dan sperma itu dipaksa untuk ditelan oleh korban.
Setelah dicabuli, korban langsung diajak untuk berdoa agar keduanya bisa berdua lagi untuk melakukan tindakan bejat itu, serta meminta korban agar percaya kepada Tuhan bahwa hal yang dilakukan adalah tindakan normal antara ayah dan anak angkat.
Untuk diketahui, korban ini memang sengaja dititipkan oleh kedua orang tuanya kepada pelaku dengan harapan agar dapat dibina tumbuh menjadi orang yang beriman.
Terdakwa Hanny Layantara kini menjalani sidang perdana dalam kasus pencabulan terhadap jemaatnya sendiri di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Sidang berlangsung secara tertutup untuk umum.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejati Jatim, yakni Sabetania R. Paembonan dan Rista Erna membacakan surat dakwaan di hadapan majelis hakim yang diketuai oleh Yohanes. Dilanjutkan dengan pembacaan eksepsi dari penasehat hukum terdakwa.
Sementara Jefri Simatupang, selaku penasehat hukum terdakwa dari LBH Mawar Saron mengaku keberatan terkait kasus yang menyeret terdakwa ini mulai disidangkan. Sebab, sidang praperadilan yang diajukan terdakwa sedang berlangsung.
"Saya sangat menyangkan, karena perkara ini begitu cepat. Apalagi praperadilan kami masih berlangsung. Yang menjadi pertanyaan kami, apakah ini upaya untuk menggugurkan praperadilan kami?," kata Jefri kepada wartawan usai sidang, (18/5).
Sebelumnya, kasus ini mencuat setelah korban melalui juru bicara keluarga melakukan pelaporan ke SPKT Polda Jatim dengan nomor LPB/ 155/ II/ 2020/ UM/ SPKT, pada Rabu 20 Februari 2020.
Berdasarkan keterangan, korban mengaku telah dicabuli selama 17 tahun. terhitung sejak usianya 9 tahun hingga saat ini 26 tahun.
Namun, dari hasil pengembangan terakhir pencabulan terjadi dalam rentang waktu 6 tahun, ketika usia korban masih 12 tahun hingga 18 tahun.
Setelah pelaporan itu, kepolisian langsung melakukan penyelidikan dan menetapkan Hanny Layantara sebagai tersangka karena dalam hasil gelar perkara ada kesesuaian antara keterangan saksi, korban, tersangka dan barang bukti yang ditemukan.
Akhirnya, pendeta ditangkap oleh penyidik pada 7 Maret 2020 karena ada upaya kabur ke luar negeri dengan alasan ada undangan untuk memberikan ceramah.
Atas tindakannya, penyidik menjerat tersangka dengan Undang-Undang (UU) Perlindungan Anak Pasal 82 dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara dan atau Pasal 264 KUHP dengan ancaman hukuman 7 sampai 9 tahun. (Ady)